Tulisan Agustin Hanafi

" Berkelas "

Mewujudkan Keluarga Sakinah Melalui Puasa

♠ Posted by Agustin Hanafi at 00.52
Konsep Meujudkan Keluarga Sejahatera


Dr. H. Agustin Hanafi, MA,

DARI semua bentuk ibadah, puasa adalah ibadah yang paling pribadi, personal (private), tanpa kemungkinan bagi orang lain untuk dapat sepenuhnya melihat, mengetahui, dan apalagi menilainya. Oleh karena itu, bila dikaitkan dengan hubungan suami-isteri, nilai yang ditanamkan oleh ibadah puasa adalah kejujuran dan kesetiaan. Misalnya penghasilan yang diperoleh suami adalah benar-benar halal, bukan dengan cara korupsi, mencuri, merampok, dan lainnya. Juga bersikap jujur dan transparan kepada isteri, misalnya, memberitahu berapa penghasilan yang diperolehnya dan untuk apa saja dia belanjakan, sehingga yang dapat diberikan kepada isteri hanya dalam jumlah tertentu saja.

Begitu juga ketika tiba di rumah -sepulang dari kantor- hingga menjelang Magrib dengan dalih lembur atau mengerjakan ini itu, padahal baru saja menghabiskan waktu bersama teman atau wanita lain di tempat hiburan, cafe, warung kopi atau lainnya, seolah-olah memiliki beban kerja yang luar biasa berat, sehingga terlihat tidak berdaya yang membuat isteri merasa iba sehingga mengurungkan niat untuk meminta haknya.

Sekiranya suami dan isteri atau salah satu pihak dari keduanya tidak jujur dan tidak setia, isteri atau suami tidak pernah akan bisa tenang dan tenteram di dalam kehidupan rumah tangganya. Dengan demikian, keluarga sakinah yang selama ini menjadi dambaan semua pasangan hidup, rasanya sulit terwujud. Kejujuran dan keterbukaan dalam sebuah rumah tangga sesuatu yang sangat penting, bahkan dalam satu riwayat, seseorang meminta nasehat kepada Nabi saw dan Nabi pun berpetuah: “Jangan berdusta, dan hendaklah teguh hati.” Maksudnya jujurlah dalam hidup keseharianmu (jangan pernah berdusta), termasuk kepada isteri atau suami, serta anak dan orang tua.

Nilai lain adalah amanah dan tanggung jawab. Keluarga adalah amanah Allah yang harus dijaga, diayomi dan dilindungi, tidak mengabaikan isteri dan anak demi kepentingan sendiri. Menunaikan kewajiban dan tanggung jawab kekeluargaan bukanlah sekedar tugas atau rutinitas, tetapi lebih dari itu yakni merupakan kewajiban dan keutamaan yang dihargai tinggi. Kewajiban dan tanggung jawab suami-isteri hendaknya dilakukan dengan cara yang tidak menggurui atau merendahkan salah satu pihak, apalagi dengan memaksakan kehendak dan mau menang sendiri. Di dalam sebuah hadis riwayat Ibn Hibban disebutkan: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya.”

Dalam berumah tangga antara suami-isteri memiliki kedudukan yang seimbang, oleh karena itu, rasa egois semestinya dapat dihilangkan dari kepribadian seorang suami dan isteri. Sikap terbuka dari seorang suami terhadap kritik dari isteri dan anak, mau bermusyawarah, mendengar keluhan isteri dan anak, tidak melecehkan, mau menanyakan kabar isteri dan anak walaupun sedang sibuk bekerja di kantor, di lapangan adalah perilaku yang baik dan terpuji. Keikhlasan seorang isteri menyiapkan makan sahur, menu buka puasa merupakan bentuk ibadah yang pahalanya besar, tutur kata yang lembut, wajah yang jernih selalu berseri serta senyum yang santun dan tulus menghias wajah ketika berada di samping suami atau isteri adalah bagian dari sedekah.

Puasa juga merupakan pengendalian diri dari sikap emosi, sekiranya ada masalah dalam rumah tangga, maka selesaikan dengan sikap arif dan bijak tanpa harus bersikap reaktif dan marah sebagaimana yang dicontohkan baginda Rasulullah. Nabi pernah mendapati Aisyah tengah marah besar terhadapnya, tetapi Nabi tidak bertindak reaktif, tak tampak sama sekali beliau marah, malah membias senyum di bibir Nabi.

Nilai lainnya yang diajarkan melalui puasa adalah bersikap santun dan sabar. Suami-isteri dituntut untuk bersabar atas berbagai kekurangan dan kelemahan yang ada pada pasangannya, misalnya suami tidak mampu membelikan istri baju baru karena kondisi ekonomi yang tidak mengizinkan atau isteri kurang memiliki keterampilan dalam menata rumah, membuat aneka kue untuk menyambut lebaran nanti, hendaknya masing-masing pihak menyikapinya dengan dewasa, dan bijaksana.

Dalam sebuah rumah tangga, perbedaan pendapat pasti akan terjadi dan itu merupakan hal yang lumrah dan alamiah, karena tidak ada makhluk yang sempurna, oleh karena itu bisa saja apa yang kamu benci dari pasanganmu menyimpan sekian banyak kelebihan yang tidak kamu ketahui. Oleh karena itu usahakan secara sungguh-sungguh agar rahasia rumah tangga, kesulitan yang dihadapi, penderitaan yang dirasakan jangan bocor kepada rekan kerja atau teman sebaya yang belum diketahui ketulusan hatinya.

Jika pada suatu saat nanti terpaksa meminta bantuan pihak lain, maka sampaikan kepada orang tua, atau sekiranya merasa risih maka sampaikan kepada anggota keluarga lain yang lebih tua terlebih dulu. Kemudian nilai lain adalah kebersamaan waktu berbuka puasa dan makan sahur memberikan dampak positif bagi keluarga karena memberi kehangatan yang dapat menumbuhkan keharmonisan dan ketenteraman.

Akhirnya, apabila masing-masing pihak melaksanakannya dengan penuh ketaatan dan keikhlasan maka keluarga sakinah yang didambakan mudah-mudahan dapat terwujud yang ukurannya adalah masing-masing pihak akan teringat kepada pasangannya serta berdoa untuk keselamatan dan kebahagiaan pasangannya itu di manapun dia berada terlebih ketika di bulan suci Ramadhan ini.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar