Tulisan Agustin Hanafi

" Berkelas "

Mewaspadai Aliran LGBT di Aceh

♠ Posted by Agustin Hanafi at 02.08



Oleh Agustin Hanafi

Mewaspadai Aliran LGBT di Aceh
SAAT ini, satu komunitas yang sangat mengerikan sedang merambah lingkungan kita. Ancamannya melebihi bahaya narkoba dan pornografi. Komunitas ini sedang berusaha mendapat dukungan dan mendorong pranata hukum agar eksistensi mereka sah dan legal. Komunitas yang dimaksud adalah lesbianism, gay, bisexual and transexualism atau komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Kelompok ini identik dengan simbol warna pelangi dan gender yang berperilaku seperti kaum Nabi Luth as yang mencintai sesama jenis, laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan atas nama kebebasan dan hak asasi manusia. LGBT bukan semata perilaku individu, sebuah kerumun, bahkan bukan lagi semata-mata sebuah gaya hidup, tetapi sebuah harakah atau gerakan. Perilaku mereka persis seperti sebuah sekte, kultus atau gerakan-gerakan eksklusif lainnya, fanatik, eksklusif, penetratif dan indoktrinatif, dan telah berkembang menjadi sebuah sekte seksual.

Gerakannya sangat sistematis dan massif serta memiliki target yang jauh ke depan, yaitu agar eksistensinya sah dan legal, lalu menggiring kepada opini yang menganggap bahwa perilaku tersebut adalah wajar, tidak melawan fitrah, sama dengan manusia lainnya yang juga mempunyai hak untuk mendapat kehidupan di tengah masyarakat secara layak. Untuk itu mereka membutuhkan beberapa prasyarat: Pertama, jumlah mereka harus signifikan secara statistik, sehingga layak untuk mengubah asumsi publik. Kedua, keberadaan mereka telah memenuhi persyaratan populatif, sehingga layak disebut sebagai sebuah komunitas. Ketiga, perilaku mereka telah diterima secara normatif menurut persyaratan kesehatan mental dari WHO.

Untuk memenuhi ketiga hal tersebut, maka komunitas ini harus mampu menularkan penyimpangannya secara intens kepada lingkungannya karena pertumbuhan jumlah mereka hanya bisa dilakukan lewat penularan, mengingat mereka tak mungkin tumbuh lewat keturunan. Menyadari akan hal ini, mereka melakukan penetrasi secara terselubung, terstruktur dengan memaksa dan sengaja merusak orang-orang normal, agar terlibat dalam LGBT dan tak bisa keluar lagi darinya sebagaimana ikan yang terperangkap dalam jaringnya. Sasarannya adalah mahasiswa dan institusi akademik, karena mahasiswa adalah generasi galau identitas dengan kebebasan tinggi dan tinggal di banyak tempat kost. Sedangkan institusi akademik perguruan tinggi mereka butuhkan untuk menguatkan legitimasi ilmiah atas “kenormalan” mereka. Mereka bergerilya secara efektif, dengan dukungan payung HAM dan institusi internasional.

Sangat sistematis
Gerakan ini sangat sistematis dan selalu mengedepankan logika bahwa apa yang mereka lakukan bukanlah sebuah ancaman yang membahayakan dengan membandingkannya dengan kaum radikal dan ekstremis, kemudian apa yang dilakukannya untuk meminimalisir kekerasan dalam rumah tangga, asas kesetaraan, mengurangi risiko kehamilan, dan lain-lain. Mereka juga sering mengatasnamakan toleransi, bahwa perilaku mereka dapat dimaklumi dan harus ditolerir. Untuk mewujudkan misinya ini, mereka sangat aktif berkampanye melalui tulisan, simbol dan gambar-gambar di media dengan sasaran utamanya adalah dunia kampus dan sekolah. Mereka secara terang-terangan menyebarkan penyakitnya ke seluruh elemen masyarakat melalui lobi-lobi politik dan sosial demi mendapatkan hak yang sama dengan orang-orang normal lainnya.
Konon, populasi mereka saban hari terus meningkat dan rutin mengadakan pertemuan-pertemuan untuk berdiskusi. Maka perilaku LGBT dan pernikahan sesama jenis jelas memberikan ancaman serius bagi institusi keluarga, permasalahan sosial, membahayakan tatanan sosial masyarakat manusia. Oleh karena itu patut kita waspada terhadap aliran seperti ini dengan memonitor serta mengontrol semua aktivitas yang dilakukan oleh anak-anak kita, membentengi sanak keluarga dengan pemahaman ilmu agama yang komprehensif.

Perilaku seperti itu dan mendukung sekalipun adalah dosa besar, bentuk penyimpangan dan penyakit yang bertentangan dengan fitrah yang mana hewan pun tidak akan pernah melakukannya. Allah Swt menciptakan segala makhluk berpasang-pasangan sebagaimana firman-Nya: “(Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan, dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula, dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan cara itu... tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. al-Syura: 11).

Ungkapan ayat ini sangat indah dan menakjubkan bahwa bukan hanya manusia yang menikah atau berpasangan, semua makhluk memiliki pasangannya. Sepasang burung merpati berkicau dan bercumbu sambil merangkai sarangnya. Bunga-bunga yang mekar dengan indahnya, merayu burung dan lebah agar mengantar benihnya ke bunga yang lain untuk dibuahi. Bukan hanya binatang dan tumbuh-tumbuhan, bahkan atom pun yang negatif dan positif, elektron dan proton bertemu untuk saling menarik demi memelihara eksistensinya. Setiap makhluk memiliki naluri untuk memiliki pasangan dan berupaya bertemu dengan pasangannya. Tidak ada satu naluri yang lebih dalam dan lebih kuat dorongannya melebihi naluri dorongan pertemuan dua lawan jenis, pria dan wanita, jantan dan betina, positif dan negatif.


Dengan demikian, dalam Islam hubungan seks bukanlah sesuatu yang tabu tetapi fitrah dan manusiawi, tetapi harus melalui jalur pernikahan yang sah. Namun perlu digarisbawahi bahwa dalam Islam, pernikahan bukanlah untuk tujuan melampiaskan nafsu syahwat semata tetapi ikatan yang sungguh sangat sakral, dan merupakan suatu perilaku ibadah kepada Allah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Maka bagaimana kebahagiaan akan tercapai bila itu dilakukan sesama jenis. Keluarga samara tidak mungkin terwujud dengan kepura-puraan dan sandiwara, bukankah tidak sedikit kasus yang mencintai sejenis akhirnya mati dibunuh pasangannya sendiri karena dibakar api cemburu.

Estafet kehidupan
Hal lain adalah setiap manusia menginginkan keturunan yang dapat meneruskan estafet kehidupan manusia yang diamanahkan oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Maka tidaklah mungkin seseorang dengan orientasi seks seperti kaum LGBT menghasilkan anak yang akan menjadi perhiasan di dunia, karena hubungan yang dihasilkan semata-mata hanyalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani semata.

Dengan demikian, apa yang mereka lakukan sangat buruk dan keji, bahkan Alquran menamai hal ini sebagai fahisyah atau keburukan yang melampaui batas. Maka ancaman hukuman terhadap pelaku homoseksual jauh lebih berat dibandingkan dengan hukuman bagi pelaku pezina sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis Nabi saw: “Barangsiapa yang mengetahui ada yang melakukan perbuatan liwath (sodomi) sebagaimana yang dilakukan oleh Kaum Luth, maka bunuhlah kedua pasangan liwath tersebut.”

LGBT saat ini bukan isapan jempol belaka, tapi telah menjadi penyakit sosial kronis menular yang harus dicegah dan ditangani secara serius. Pegiat LBGT dengan berbagai cara mencari pembenaran atas penyakit yang mereka derita, dengan mengatakan bahwa LBGT bukanlah penyakit tetapi merupakan hak asasi manusia yang harus diperjuangkan sebagaimana hak-hak perempuan.

Mereka lupa bagaimana kaum Nabi Luth as diberikan azab oleh Allah berupa gempa bumi yang dahsyat disertai angin kencang dan hujan batu akibat perbuatan mereka yang menikah sesama jenis sebagaimana diabadikan dalam Alquran: “Lalu datanglah gempa menimpa mereka, dan mereka pun mati bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah mereka.” (QS. al-A'raf: 78). Dalam ayat lain Allah berfirman: “Dan kami hujani mereka dengan hujan (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu.” (QS. al-A'raf: 84).

* Dr. H. Agustin Hanafi, MA., Ketua Prodi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, dan anggota Ikatan Alumni Timur Tengah (Ikat-Aceh). Email: agustinhanafi77@yahoo.com

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar