Tulisan Agustin Hanafi

" Berkelas "

Mengapa Harus Bercerai?

♠ Posted by Agustin Hanafi at 19.12


Oleh Agustin Hanafi
Sebenarnya artikel ini sudah pernah dimuat oleh SERAMBI INDONESIA dengan judul "Mengapa Harus Bercerai terbit  pada tanggal (Jumat 4/12/2015)" lihat selengkapnya di SERAMBI INDONESIA "Megapa Haburs Bercerai?

Oleh Agustin Hanafi
 
Sebagaimana pemberitaan media massa akhir-akhir ini bahwa kasus perceraian dari tahun ke tahun terus meningkat, baik di Indonesia secara umum maupun di Aceh. Umumnya gugatan itu atas inisiatif istri dengan alasan tidak ada lagi keharmonisan dalam rumah tangganya. Sebabnya, karena sang suami berselingkuh, melakukan poligami liar, mengabaikan kewajibannya, tidak adanya tanggung jawab, dan lain-lain.

Jika merujuk Alquran surat An-Nisa’ ayat 21, maupun perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, bahwa hakikat dari sebuah pernikahan mempunyai tujuan yang sangat luhur. Bukan hanya sekadar akad semata yang menghalalkan sesuatu yang sebelumnya haram, akan tetapi ia adalah ikatan yang sangat kokoh (mitsaqan ghalizan) sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974, “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Dalam Islam, perceraian merupakan perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah. Dalam artian, perceraian merupakan alternatif terakhir yang seharusnya tidak dilakukan kecuali keadaan yang terjadi tidak bisa diperbaiki. Karena dampak dari perceraian sangat berpengaruh terhadap suami-istri, dan keluarga yang sebelumnya bersaudara kemudian berubah menjadi musuh. Di samping itu yang paling menderita akibat perceraian adalah anak, karena dia akan kehilangan kasih sayang dan sentuhan orang tuanya. Tidak menutup kemungkinan menjadi anak telantar yang kehilangan masa depan. Secara ilmu psikologi, anak yang memiliki orang tua secara lengkap, akan memiliki kehidupan dan pertumbuhan lebih normal dibandingkan dengan orangtuanya yang berpisah akibat bercerai.

Oleh karena itu, ketika memutuskan untuk menikah, harus didasari dengan niat yang lurus bahwa menikah untuk melaksanakan ibadah kepada Allah. Bukan karena yang lain, seperti karena telah lama mengenal sang calon dan keluarganya bahkan sudah sering dibonceng dan ditraktir. Jadi, ada perasaan kurang enak kalau tidak jadi menikah dengannya. Atau karena tidak enak dengan keluarga sendiri yang selalu menanyakan kapan akan mengakhiri masa lajang karena usia telah matang, atau karena calon istri begitu cantik dan mempesona atau karena keturunan bangsawan dan hartawan. Kalau menikahinya bukan karena Allah tetapi karena faktor lain, maka ketika terjadi kemelut dalam rumah tangga, tidak dapat dipertahankan walaupun usia pernikahan baru seumur jagung.

Menggapai sakinah
Setiap pernikahan tidak secara otomatis melahirkan sakinah, mawaddah, dan rahmat, tetapi dengan pernikahan yang sah, pasangan suami-istri berpotensi melahirkan sakinah. Oleh karena itu, suami-istri harus berjuang bersama untuk meraihnya dengan menyadari bahwa tekad untuk hidup bersama secara langgeng yang bersumber dari lubuk hati yang terdalam serta jiwa yang suci.

Maka masing-masing pihak harus mendalami isi kandungan Alquran dan hadis Nabi Saw bahwa dalam berumah tangga antara suami-istri memiliki kedudukan yang seimbang, dan keduanya sama-sama memiliki perasaan yang mereka upayakan untuk diperhatikan dan tidak dilukai, ingin memperoleh penghormatan yang wajar, bahkan senang untuk mendapat penghargaan dan pujian dan enggan diperlakukan sebagai barang atau binatang. Perbedaan dan kekurangan tidak menjadikan salah satu jenis kelamin lebih unggul atau istimewa daripada yang lain, tetapi justru dengan menggabungkan keduanya terjadi kesempurnaan kedua belah pihak. Kita sering melihat gembok (induk kunci) dengan kuncinya. Keduanya berbeda, tetapi masing-masing tidak dapat berdiri sendiri.


Hanya kalau keduanya ada secara bersamaan dan bersesuaian baru ia dapat berfungsi. Oleh karena itu, memahami perbedaan-perbedaan dan menyadari kesamaan-kesamaan itulah yang mengantar sepasang laki-laki dan perempuan menciptakan keluarga harmonis serta masyarakat sejahtera yang pada gilirannya menjadikan jenis manusia mampu mencapai tujuan penciptaannya yaitu sebagai khalifah di muka bumi ini. Kemudian menyadari bahwa dalam membina mahligai rumah tangga yang dikedepankan adalah prinsip “keseimbangan”. Dengan demikian, hubungan suami-istri bukanlah seperti hubungan bisnis, maka walau bekerja mencari nafkah adalah tugas utama suami, tetapi istri dengan tulus membantu dan meringankan beban suami bila penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Di sisi lain, walau istri bertanggung jawab menyangkut rumah tangga, kebersihan, penyiapan makanan, dan mengasuh anak, tetapi bukan berarti suami membiarkannya sendiri dengan bersikap cuek, tidak peduli dan bersikap masa bodoh. Apabila masing-masing pihak peka terhadap kedudukan dan hubungan ini, maka rasa egois dapat dihilangkan dari kepribadian seorang suami dan istri. Sikap terbuka dari seorang suami terhadap kritik dari istri dan anak, mau bermusyawarah, mendengar keluhan istri dan anak, tidak melecehkan, mau menanyakan kabar istri dan anak walaupun sedang sibuk bekerja di kantor.

Kemudian berusaha mengubah sifat dan kebiasaan buruknya ketika masih lajang, karena saat ini sudah tidak sendiri lagi. Berusaha menghargai pasangannya, tidak gampang marah, apalagi berkata kasar yang dapat melukai perasaan pasangannya tetapi bersifat lembut dan santun. Hal lain yang tidak kalah pentingnya, untuk mewujudkan sakinah dalam keluarga adalah, menanamkan sifat jujur, dan transparan kepada istri. Misalnya memberitahu berapa penghasilan yang diperolehnya dan untuk apa saja dia belanjakan sehingga yang dapat diberikan kepada istri hanya dalam jumlah tertentu saja. Sekiranya suami dan istri atau salah satu pihak dari keduanya tidak jujur dan tidak setia, istri atau suami tidak pernah akan bisa tenang dan tenteram di dalam kehidupan rumah tangganya.

Kemudian sakinah akan lahir dalam sebuah pernikahan yang di dalamnya kedua pasangan mampu berdiskusi menyangkut segala persoalan yang mereka hadapi, sekaligus keluwesan untuk menerima pendapat dan kekurangan mitranya. Pernikahan meraih sukses bila kedua pasangan memiliki kesadaran bahwa hidup bersama adalah take and give (saling menerima dan memberi), kaki harus silih berganti ke depan, dan bahwa hidup berumah tangga walaupun disertai dengan aneka masalah kesulitan jauh lebih baik daripada hidup sendiri.

Oleh karena itu, seorang suami harus berperilaku baik terhadap istrinya tanpa menyakiti dan berbuat semena-mena, karena nusyuz bukan hanya dari pihak istri tetapi nusyuz juga bisa dari suami yaitu bila ia tidak melaksanakan kewajibannya terhadap istrinya, baik yang bersifat materi seperti nafkah atau non-materi seperti mu’asyarah bi al-ma’ruf (menggauli istrinya dengan baik) sebagaimana dalam Q.S. An-Nis?’ {4}: 128.

Begitu juga dengan istri, walaupun mungkin status sosialnya lebih tinggi dari suaminya tapi harus memberikan kasih sayang yang tulus dan ikhlas agar keutuhan rumah tangga tetap terjaga.

Perkawinan yang didasari oleh cinta yang suci demikian, maka pasangan suami-istri tidak pernah akan merasa jemu, tidak juga merasakannya sebagai rutinitas yang membosankan dalam hidup, bahkan manusia memiliki potensi untuk melahirkan hal-hal baru terutama jika dia hidup bersama orang yang dikasihinya. Begitulah perkawinan yang dikehendaki agama. Kemudian perlu disadari bahwa cinta tidak dapat direkayasa, tidak juga dapat dibeli dengan harta. Ia hanya dapat diraih dengan bantuan Allah melalui budi pekerti yang luhur dan kesetiaan kepada pasangan. Maka mari meneladani kehidupan dan rumah tangga Rasulullah, bukan meniru rumah tangga para artis dan selebritis. Semoga kita dapat memperoleh keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah yang kelak akan dipertemukan kembali bersama orang yang kita cintai dalam surga-Nya, Amin!

* Dr Agustin Hanafi MA, Ketua Prodi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Anggota Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT-Aceh). Email, agustinhanafi77@yahoo.com
Comments
3 Comments

3 komentar:

Berkelas pak, ilmunya bermanfaat (y)

Berkelas pak, ilmunya bermanfaat (y)

terimakasih abu Manuel Aquer yg berkelas sangat hehe

Posting Komentar